contoh makalah herpes virus genitalis
LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI DAN GANGGUAN PADA SISTEM REPRODUKSI
DISUSUN OLEH
1.
HANUM
MUHIBATUN N. (200901052)
2.
HENIK
NURHIDAYAH (200901053)
3.
HILDA
AMALIA A. (200901055)
4.
IKAMEY
NURWULAN (200901056)
5.
INDRA
DWI WAHYUDI (200901057)
6.
YULIANA
PRIHARTINI (200901117)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Kelangsungan sebuah bangsa
bergantung pada generasi penerusnya, jika generasi penerus itu baik maka baik
juga sebuah bangsa, tapi jika generasi penerusnya tidak baik maka kehancuran
yang akan didapat oleh bangsa. Generasi penerus bangsa yang baik tidak terlepas
dari peran serta seorang ibu yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak
sejak dalam janin. Maka kesejahteraan dan kesehatan ibu hamil sangatlah
penting.
Ibu hamil harus mendapatkan cukup
nutrisi dan selalu dalam keadaan yang sehat agar bisa menghasilkan keturunan
yang baik. Namun jika ibu sampai terkena penyakit maka akan sangat berbahaya
bagi perkembangan janin sehingga generasi yang dihasilkan menjadi tidak baik.
Salah satunya ibu harus terhindar dari TORCH, yaitu infeksi yang terdiri dari toksoplasmosis,
rubella, CMV, dan Herpes. Dan yang akan dibahas kali ini adalah mengenai
Herpes, terutama herpes genital.
Herpes genital termasuk penyakit
menular seksual yang ditakuti oleh setiap orang. Angka kejadian penyakit ini
termasuk tinggi di Indonesia. Kelompok resiko yang rentan terinfeksi tentunya
adalah seseorang dengan perilaku yang tidak sehat. Ibu hamil mempunyai resiko
yang besar jika sampai terkena penyakit menular seksual, tidak hanya pada
dirinya tapi juga pada janinnya.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa definisi dari Herpes Genitalis?
2.
Apa penyebab dari Herpes Genitalis?
3.
Bagaimana patogenesis dari Herpes
Genitalis?
4.
Bagaimana WoC dari Herpes
Genitalis?
5.
Bagaimana gejala klinis Herpes
Genitalis?
6.
Apa saja komplikasi yang muncul
pada Herpes Genitalis?
7.
Bagaimana pemeriksaan Laboratorium
dari Herpes Genitalis?
8.
Bagaimana penatalaksanaan dari
Herpes Genitalis?
1.3
TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Mengetahui definisi dari Herpes
Genitalis
2.
Mengetahui penyebab dari Herpes
Genitalis
3.
Mengetahui patogenesis dari Herpes
Genitalis
4.
Mengetahui gejala klinis dari
Herpes Genitalis
5.
Mengetahui komplikasi dari Herpes
Genitalis
6.
Mengetahui pemeriksaan laboratorium
untuk Herpes Genitalis
7.
Mengetahui penatalaksanaan dari
Herpes Genitalis
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
DEFINISI
Penyakit
menular seksual yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II
yang ditandai adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan
merah. Vesikel ini paling sering terdapat di sekitar mulut, hidung, daerah
genital dan bokong, walaupun dapat juga terjadi di bagian tubuh lain.
Herpes
genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus
(HSV) dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok dengan dasar eritema
dan bersifat rekurens. (Daili, dkk, 1999: 110)
Herpes
genitalis adalah infeksi virus yang menyebabkan lesi (lepuh) pada serviks,
vagina, dan genetalia eksterna. (Brunner & Suddarth, 2002: 1543)
Herpes
genitalis pada kehamilan perlu mendapat perhatian yang serius, karena dapat
menimbulkan kelainan atau kematian janin terutama bila terjadi infeksi primer
pada saat kehamilan. Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa encephalitis,
keratokonjungtivitis, atau hepatitis; dapat pula timbul lesi pada kulit.
Sebaiknya dilakukan partus secara seksio Caesaria bila pada saat melahirkan
sang ibu menderita infeksi ini. Tindakan ini sebaiknya dilakukan sebelum
ketuban pecah atau paling lambat enam jam setelah ketuban pecah.
Bila
transmisi terjadi pada trimester I cenderung terjadi abortus; sedangkan bila
pada trimester II, terjadi prematuritas. Selain itu dapat terjadi transmisi
pada saat intrapartum. (Manjoer, 2008: 152)
2.2
ETIOLOGI
Herpes
genitalis disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) atau Herpes Virus Hominis
(HVH). UNNA (1883) yang pertama kali mengetahui bahwa penyakit ini dapat
ditularkan melalui hubungan seksual, sedangkan SHARLITT pada tahun 1940
membedakan antara HSV tipe 1 (HSV-1) dan HSV tipe 2 (HSV-2). Sebagian besar
penyebabnya adalah HSV-2, tetapi walaupun demikian dapat juga disebabkan oleh
HSV-1 (± 16,1 %) akibat adanya hubungan kelamin secara orogenital atau
penularan melalui tangan.
2.3
PATOGENESIS
Bila
seseorang terpajan HSV, maka infeksi dapat berbentuk episode I infeksi primer
(inisial), episode I non infeksi primer, infeksi rekurens, asimptomatik atau
tidak terjadi infeksi sama sekali. Pada episode I infeksi primer, virus yang
berasal dari luar masuk ke dalam tubuh hospes. Kemudian terjadi penggabungan
dengan DNA hospes didalam tubuh hospes tersebut dan mengadakan multipikasi/
repikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit.
Pada waktu itu hospes sendiri belum ada antibodi spesifik, ini bisa
mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala konstitusi
berat. Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion
saraf regional (ganglion sakralis), dan berdiam disana serta bersifat laten.
Pada episode
I non infeksi primer, infeksi sudah lama berlangsung tetapi belum menimbulkan
gejala klinis, tubuh sudah membentuk zat anti sehingga pada waktu terjadinya
episode I ini kelainan yang timbul tidak seberat episode I dengan infeksi
primer.
Bila pada
suatu waktu ada faktor pencetus (trigger
factor), virus akan mengalami reaktivitas dan multipikasi kembali sehingga
terjadilah infeksi rekurens. Pada saat ini di dalam tubuh hospes sudah ada
antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak
seberat pada waktu infeksi primer. Trigger
factor tersebut antara lain trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan
pencernaan, stres emosi, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol, obat-
obatan (imunosupresif, kortikosteroid), dan pada beberapa kasus sukar diketahui
dengan jelas penyebabnya. Ada beberapa pendapat mengenai terjadinya infeksi
rekurens:
1.
Faktor pencetus akan mengakibatkan reaktivasi virus
dalam ganglion dan virus akan turun melalui akson saraf perifer ke sel epitel
kulit yang dipersarafinya dan disana akan mengalami replikasi dan multipikasi
serta menimbulkan lesi.
2.
Virus secara terus menerus dilepaskan ke sel- sel
epitel dan adanya faktor pencetus ini menyebabkan kelemahan setempat dan menimbulkan
lesi rekurens.
2.4
WoC
2.5
GEJALA
KLINIS
1.
Timbul erupsi bintik kemerahan disertai rasa panas dan
gatal pada kulit region genitalis.
2.
Kadang disertai demam seperti influenza dan setelah
2-3 hari bintik kemerahan tersebut berubah menjadi vesikel disertai rasa nyeri.
3.
5-7 hari kemudian, vesikel pecah dan keluar cairan
jernih dan pada lokasi vesikel yang pecah timbul koropeng (atau ditutupi
lapisan kekuningan bila terkena infeksi sekunder).
4.
Bila mengenai region genetalia yang cukup luas dapar
menyebabkan gangguan mobilitas, vaginitis, urethritis, sistitis, dan fisura ani
hepetika.
2.6
KOMPLIKASI
1) Virus dapat
sampai ke sirkulasi fetal melalui plasenta dan dapat menyebabkan kerusakan dan
kematian janin.
2)
Infeksi neonatal ( 0-20 hari) angka mortalitasnya 60%,
jika dapat bertahan hidup setengahnya mempunyai kemungkinan cacat neurologis
yang nantinya juga berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan serta
menyebabkan kelainan mata.
3) Dapat
menyebabkan kelainan ensefalitis, mikro/hidrosephalus, koriodorenitis,
keratokonjungtivitis.
4) Dapat
menyebabkan abortus dan prematuritas
2.7
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
Dalam menangani kasus herpes genitalis,
langkah pertama adalah menegakkan diagnosis yang bila memungkinkan ditunjang
dengan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis secara klinis ditegakkan dengan
adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat
rekuren.
1.
Pemeriksaan tes Tzank yang diwarnai
dengan pengecatan Giemsa atau Wright, akan terlihat sel raksasa birinti banyak.
Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan ini umumnya rendah.
2.
Pemeriksaan langsung dengan
mikroskop elektron, hasilnya sudah dapat dilihat dalam waktu 2 jam, tetapi
tidak spesifik karena dengan tekhnik ini kelompok virus herpes tidak dapat
dibedakan.
3.
Kultur jaringan merupakan cara yang
paling baik karena paling sensitif dan spesifik dibandingkan dengan cara-cara
lain. Bila titer virus dalam spesimen cukup tinggi, maka hasil positif dapat
dilihat dalam jangka waktu 24-48 jam. Pertumbuhan virus dalam sel ditunjukkan
dengan terjadinya granulasi sitopasmik, degenerasi balon dan sel raksasa
berinti banyak. Namun cara ini memiliki kekurangan dalam lamanya waktu
pemeriksaan dan biaya yang mahal.
4.
Pemeriksaan imunoperoksidase tak
langsung dan imunofluoresensi langsung memakai antibodi poliklonal memberikan kemungkinan
hasil positif palsu dan negatif palsu. Dengan demikian antibodi monoklonal pada
pemeriksaan imunofluoresensi, dapat ditentukan tipe virus. Pemeriksaan
imunoflouresensi memerlukan tenaga yang terlatih, dan mikroskop khusus.
Pemeriksaan antibodi monoklonal dengan cara mikroskopik imunofluoresensi tak
langsung dari kerokan lesi, sensitivitasnya 78% sampai 88%.
5.
Pemeriksaan dengan cara ELISA
(enzyme linked immunosorbent assays) adalah pemeriksaan untuk menentukan adanya
antigen HSV. Pemeriksaan ini sensitivitasnya 95% dan sangat spesifik, tapi
dapat berkurang jika spesimen tidak segera diperiksa. Tes ini memerlukan waktu
4-5 jam. Tes ini juga dapat dipakai untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
HSV dalam serum penderita. Tes ELISA ini merupakan tes alternatif yang terbaik
disamping kultur, karena mempunyai beberapa keuntungan seperti hasilnya cepat
dibaca, dan tidak memerlukan tenaga yang terlatih.
2.8
PENATALAKSANAAN
Setelah
diagnosis ditegakkan, baik secara klinis, dengan maupun tanpa pemeriksaan
penunjang, maka langkah selanjutnya adalah memberikan pengobatan. Pengobatan
dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu profilaksis, pengobatan non spesifik
dan pengobatan spesifik.
Ø Tindakan Profilaksis
1.
Penderita diberi penerangan tentang
sifat penyakitnya yang dapat menular terutama bila sedang terkena serangan,
karena itu sebaiknya melaksanakan abstinensia.
2.
Proteksi individual. Digunakan dua
macam alat perintang, yaitu busa spermisidal dan kondom. Kombinasi tersebut,
bila diikuti dengan pencucian alat kelamin memakai air dan sabun pasca koitus,
dapat mencegah transmisi herpes genitalis hampir 100% (RAAB dan LORINCZ, 1981).
Busa spermisidal secara invitro ternyata mempunyai sifat virisidal, dan kondom
dapat mengurangi penetrasi virus.
3.
Faktor- faktor pencetus sedapat
mungkin dihindari.
4.
Konsultasi psikiatrik dapat
membantu karena faktor psikis mempunyai peranan untuk timbulnya serangan.
Ø Pengobatan Non-
Spesifik
1.
Rasa nyeri dan gejala lain
bervariasi, sehingga pemberian analgetik, antipiretik, dan anti pruritus
disesuaikan dengan kebutuhan individual.
2.
Zat- zat pengering antiseptik,
seperti yodium povidon secara topikal mengeringkan lesi, mencegah infeksi
sekunder dan mempercepat waktu penyembuhan.
3.
Antibiotika atau kotrimoksasol
dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.
Ø Pengobatan Spesifik
Berbagai
macam obat antivirus telah pernah dipakai untuk mengatasi penyakit herpes
genitalis, misalnya idoksuridin topikal, sitarabin (Ara-C) dan vidarabin (Ara-
A) secara intravena, inosimpleks (isoprinosin) dan interferon. Obat antivirus
yang kini telah banyak dipakai ialah asiklovir dan saat ini terdapat 2 macam
lagi obat antivirus baru yaitu valasiklovir dan famsiklovir.
1.
Asiklovir
Merupakan obat anti
virus yang spesifik terhadap virus herpes, dapat diberikan pada penderita
dengan infeksi mukokutan disertai defisiensi imunitas. Obat ini hanya bekerja
terhadap sel- sel yang terkena infeksi. Tidak mempunyai efek teratogenik.
Toeransi obat baik, tidak ada toksisitas akut dan tidak menimbulkan penekanan
sumsum tulang, hati dan ginjal. Tetapi walaupun demikian pernah dilaporkan efek
samping seperti kolik ginjal, kenaikan kadar ureum/ kreatinin dalam serum,
reaksi setempat pada suntikan, nausea dan vornitus.
Asiklovir dapat
diberikan secara intravena, oral dan topikal. Cara pemberian intravena harus
perlahan- lahan dan perlu pengawasan.oleh karena itu sebaiknya diberikan di Rumah
Sakit. Dosis setiap kali pemberian adalah 5mg/kg BB, dengan interval 8 jam.
Pengobatan asiklovir secara intravena pada herpes genital episode pertama, yang
memerlukan waktu selama 5- 10 hari, ternyata tidak dapat mengurangi rekurensi
(Corey dkk, 1985). Bila secara oral, obat diberikan dengan dosis 200mg 5kali
sehari selama 5-10 hari. Seperti secara intravena, pengobatan per oral
mengurangi viral shedding secara dramatis.
2.
Valasiklovir
Obat ini merupakan
derivat ester L-valil dari asiklovir. Bahan aktif anti virusnya ialah
asiklovir, sehingga kemanjuran dan spesifitasnya berhubungan dengan cara kerja
asiklovir. Setelah diabsorbsi, valasiklovir dengan cepat dan hampir seluruhnya,
diubah menjadi asiklovir dan L-Valin. Bioavailabilitasnya 3-5 kali lebih tinggi
daripada yang dapat dicapai oleh asiklovir oral dosis tinggi. Kadar dalam
plasma setelah valasiklovir oral 100mg mendekati kadar yang dapat dicapai oleh
asiklovir yang diberikan secara intravena.
Pada uji klinik yang
membandingkan valasiklovir 2x500 – 1000mg/ hari, dengan asiklovir oral 5x200mg/
hari, dan plasebo dalam waktu 24 jam setelah timbulnya keluhan dan gejala
klinis pertama episode herpes genitalis rekurens menunjukkan bahwa terapi
valasiklovir secara bermakna mengurangi rasa nyeri dan mempercepat penyembuhan
lesi, serta dengan cepat memperpendek masa virus shedding. Efek samping yang
paling sering dilaporkan ialah nyeri kepala dan mual.
3.
Famsiklovir
Obat antivirus baru
saat ini ialah famsiklovir (famciclovir), yang merupakan derivat diasetil- 6- deoksi
pensiklovir. Sedangkan pensiklovir sendiri merupakan golongan antivirus dengan
komponen guanin, yang dapat diberikan secara topikal dan intravena.
Famsiklovir, dikembangkan untuk pengobatan infeksi virus herpes, dengan cara
pemberian peroral. Cara kerja famsiklovir sama seperti asiklovir, yaitu
menghambat sintesis DNA.
Pada penderita herpes
genitalis episode pertama, pemberian famsiklovir 3x500 mg/hari selama 5 hari,
ternyata mempersingkat viral shedding dan waktu penyembuhan, dibandingkan
plasebo. Bila dibandingkan dengan pengobatan asiklovir 5x200mg/ hari selama 5
hari, pemberian famsiklovir 3x750mg/ hari dalam waktu yang sama, secara
statistik tidak menunjukkan perbedaan dalam lamanya viral shedding, waktu
menghilangnya vesikel dan ulkus, serta terjadinya krustasi dan hilangnya rasa
sakit.
Pada
pengobatan herpes genitalis rekurens, pemberian famsiklovir 3x500mg selama 5
hari dibandingkan asiklovir 5x200mg/hari selama 5 hari, tidak berbeda dalam hal
mempersingkat waktu viral shedding. Dari hasil- hasil tersebut diatas,
pengobatan dengan famsiklovir ternyata sama efektivitasnya dengan asiklovir
pada kasus herpes genitalis, namun frekuensi pemberiannya lebih jarang.
Ø Penatalaksanaan Wanita
Hamil dengan Herpes Genitalis
Wanita
hamil yang menderita herpes genitalis primer dalam 6 minggu terakhir masa
kehamilannya dianjurkan untuk dilakukan seksio sesarea sebelum atau dalam 4 jam
sesudah pecahnya ketuban.
Seksio
sesarea tidak dilakukan secara rutin pada wanita yang menderita herpes
genitalis rekurens. Hanya wanita dengan viral shedding pada saat atau hampir
melahirkan memerlukan seksio sesarea. Disarankan untuk melakukan pemeriksaan
virologik dan sitologik sejak kehamilan 32 dan 36 minggu. Setelah itu,
sekurang-kurangnya setiap minggu dilakukan kultur sekret serviks dan genital
eksterna. Bila kultur virus yang diinkubisi minimal 4 hari, memberikan hasil
negatif dua kali berturut- turut, serta tidak ada lesi genital pada saat
melahirkan, maka dianjurkan partus pervaginam.
Kontak
yang lama dengan sekret yang infeksius, serta relatif dapat meningkatkan resiko
penularan penyakit. Oleh karena itu banyak penulis menganjurkan, sebaiknya
seksio sesarea dilakukan sebelum atau dalam 4 jam sesudah pecahnya ketuban
untuk mencegah bayi ditulari.
Pemberian
asiklovir pada wanita hamil dapat dipertimbangkan, terutama pada infeksi
primer. Pada pertemuan Internasional Herpes Management Forum di San Fransisco
AS tanggal 13- 15 November 1994 yang baru lalu, telah disetujui penatalaksanaan
herpes genitalis pada wanita hamil dengan mempertimbangkan apakah merupakan
infeksi primer atau rekurens, serta usia kehamilannya. Episode awal herpes
genitalis pada kehamilan dengan gejala yang berat, dianjurkan untuk diberikan
asiklovir oral 5x200mg/ hari selama 7-10 hari. Asiklovir oral dosis supresif
secara rutin tidak dianjurkan untuk herpes genitalis rekurens selama kehamilan
atau dekat akhir kehamilan.
Ø Penatalaksanaan Bayi
Lahir dari Ibu dengan Herpes Genitalis
Banyak
rumah sakit yang menganjurkan isolasi untuk bayi yang lahir dari ibu dengan
herpes genitalis. Kultur virus, pemeriksaan fungsi hati dan cairan
serebrospinalis harus dilakukan, serta bayi harus diawasi ketat dalam satu
bulan pertama kehidupannya. Spesimen untuk pemeriksaan kultur virus diambil
dari konjungtiva, umbilikus, nasofaring, dan setiap lesi kulit yang dicurigai,
pada 24-48 jam pertama.
Bila
ibu mengidap herpes genitalis primer pada saat persalinan pervaginam, harus
diberikan profilaksis asiklovir intravena kepada bayi selama 5-7 hari dengan
dosis 3x10 mg/kg BB/hari.
Infeksi
herpes simpleks pada neonatus prognosisnya buruk bila tidak diobati. Penelitian
pengobatan dengan asiklovir 10mg/kg BB tiap 8 jam selama 10-21 hari, atau Ara-A
30mg/kg BB/hari menurunkan angka kematian dibandingkan dengan penderita yang
tidak mendapat pengobatan. Cara pengobatan ini juga dapat mencegah
progresivitas penyakit (infeksi herpes pada susunan saraf pusat atau infeksi
diseminata). Oleh karena itu identifikasi lesi kulit sangat penting untuk
menentukan ada/ tidaknya infeksi HSV pada neonatus.
Ø Penatalaksanaan Herpes
Genitalis pada Immunocompromised
Pada
penderita immunocompromised, pengobatan infeksi herpes simpleks memerlukan
waktu yang lebih lama. Asiklovir oral dapat diberikan dengan dosis 5x200mg-
400mg/hari selama 5-10 hari. Pada beresiko tinggi untuk menjadi diseminata,
atau yang tidak dapat menerima pengobatan oral, maka asiklovir diberikan secara
intravena 3x 5mg/kg BB/hari selama 7-14 hari. Bila terdapat bukti terjadinya
infeksi sistemik, dianjurkan terapi asiklovir intravena 3x10mg/kg BB/ hari
selama paling sedikit 10 hari.
Oleh
karena pada keadaan tersebut lebih sering terjadi rekurensi, pengobatan
supresif lebih dianjurkan, dengan dosis asiklovir paling sedikit harus 2x400
mg/ hari hingga keadaan imunokompromisnya hilang (jika mungkin).
Untuk
penderita infeksi HIV simptomatik atau AIDS, digunakan asiklovir oral 4-5x 400
mg/hari hingga lesi sembuh, setelah itu dapat diberikan terapi supresif.
2.9
PENCEGAHAN
Beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran herpes simpleks antara lain:
ü
Hindari berhubungan seksual dengan orang lain bila
masih terdapat vesikel
ü
Hindari pinjam meminjam barang pribadi seperti handuk
ü Hindari
pencetus terjadinya episode rekuren seperti kurang tidur, stress berlebihan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Contoh Kasus
Ny. A umur 26 tahun,
beralamatkan di Jl. Mangga Sleman Jogjakarta. Pada tanggal 5 Oktober pasien
datang kerumah sakit dengan diantar oleh suaminya. Ny. A mengeluh adanya
rasa tidak nyaman dan adanya lepuhan yang bergerombol dan dikelilingi oleh
daerah kemerahan membentuk sebuah gelembung cair pada daerah kemaluannya.
Sebelumnya Ny. A mengalami gatal-gatal selama 4 hari. Ny. A mengeluh nyeri di
daerah kemaluannya apalagi saat BAK. Ibu mengatakan pekerjaanya hanya di rumah
mengurus rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai supir dan jarang di rumah.
Dari hasil observasi keadaan umum ibu lemas, kesadaran Compos Mentis, status
emosional stabil, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 74 kali/menit, pernafasan 23
kali/menit, suhu 38,5 0 C, terdapat vesikel yang multipel di daerah
vulva. Leukosit < 4000/mmk
3.2
Pengkajian
A.
Identitas
Nama : Ny. A
Usia : 26
tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu Rumah
Tangga
Alamat : Jl. Mangga Sleman
Jogjakarta
Tanggal MRS : 5 Oktober 2011
Diagnosa Medis : Herpes Genetalia
Keluhan Utama : gatal dan nyeri pada kemaluan
B.
Riwayat Penyakit
Sekarang
Ny. A mengeluh adanya
rasa tidak nyaman dan adanya lepuhan yang bergerombol dan dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk
sebuah gelembung cair pada daerah kemaluannya. Sebelumnya Ny. A mengalami
gatal-gatal selama 4 hari. Ny. A mengeluh nyeri di daerah kemaluannya apalagi
saat BAK.
C.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien tidak
pernah mengalami penyakit seperti ini, pasien juga tidak memiliki alergi. Jika
merasa gatal biasanya di olesi minyak kayu putih bisa hilang dengan sendirinya.
D.
Riwayat Penyakit
Keluarga
Suami pernah terkena
herpes simpleks sebelumnya, tapi herpes menyerang daerah bibir dan sekitarnya.
Dua minggu yang lalu penyakitnya kambuh tapi sekarang sudah sembuh.
E.
Pemeriksaan Fisik
v
Pemeriksaan TTV
Tekanan Darah : 110/80
mmHg,
Nadi : 74 kali/menit,
RR : 23 kali/menit,
Suhu : 38,3 0 C
v
Pemeriksaan B1 – B6
1.
B1 ( Breathing )
Paru – paru
▪ Inspeksi : Simetris, statis,
dinamis
▪ Palpasi : Sterm fremitus
kanan = kiri
▪ Perkusi : Sonor seluruh lapang
paru
▪ Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan ( -
)
2.
B2 ( Blood )
Jantung
▪ Inspeksi : Simetris, statis,
dinamis
▪ Palpasi : teraba normal
▪ Perkusi : Konfigurasi jantung
dalam batas normal
▪ Auskultasi : normal
3.
B3 ( Brain )
Kesadaran composmentis
(GCS : 4-5-6)
4.
B4 ( Bladder )
Disuria, BAK 5x sehari,
adanya
lepuhan yang bergerombol dan dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk sebuah
gelembung cair pada daerah kemaluan.
5.
B5 ( Bowel )
Nafsu makan agak menurun, tetapi porsi
makanan tetap habis.
▪ Inspeksi : Datar
▪ Palpasi : Supel, tidak ada
massa
▪ Perkusi : timpani
▪ Auskultasi : bising usus ( + )
6.
B6 ( Bone )
Tidak
ditemukan lesi maupun udem pada ektrimitas atas maupun bawah. Kulit lembab, bersih, turgor baik, tidak
terdapat pitting edema, warna kulit sawo matang, tidak ada hiperpigmentasi.
v Pola Aktivitas Sehari-hari
1.
Pola manajemen kesehatan
Pasien
mengatakan jika ada keluarga yang sakit maka segera dibawa tempat pelayanan
kesehatan terdekat baik itu poliklinik maupun dokter.
2.
Pola nutrisi
Sebelum
sakit pasien makan dengan porsi sedang 3 x sehari ditambah makanan ringan serta
minum 4 gelas/ hari. Namun saat sakit nafsu makan pasien berkurang, tetapi
tidak sampai kehilangan nafsu makan. Di rumah sakit pasien masih dapat
menghabiskan porsi makannya.
3.
Pola eliminasi
Untuk
BAK pasien mengalami gangguan selama sakitnya, walaupun pasien tetap kencing
dengan frekuensi seperti biasanya, tetapi pasien merasa nyeri saat berkemih.
4.
Pola
Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit
pasien tidak ada keluhan dengan kebiasaan tidurnya yaitu 6- 8 jam/ hari. Ketika
sakit pasien kadang mengeluh kesulitan untuk tidur karena merasakan nyeri dan
gatal pada daerah genetalia.
5.
Pola persepsi dan kognitif
Pasien
tidak mengalami disorientasi tempat dan waktu. Semua alat indera pasien masih
berfungsi dalam batas normal.
6.
Pola aktivitas
Pasien
mampu beraktivitas seperti biasanya, tapi agak mengurangi aktivitasnya karena
pasien merasakan nyeri saat berjalan.
7.
Pola persepsi diri dan konsep diri
Pasien
kurang tahu kondisi penyakitnya saat ini tetapi akan berusaha menerima segala
kondisinya saat ini. Pasien tidak merasa malu dan rendah diri dengan kondisinya
saat ini.
8.
Pola peran dan hubungan
Pasien
tidak mengalami masalah dalam hubungan sosialnya. Pasien merupakan ibu rumah
tangga.
9.
Pola seksualitas dan reproduksi
Pasien
berjenis kelamin perempuan, sudah menikah dan mempunyai seorang anak. Selama
sakit pola seksualitas terganggu.
10.
Pola koping dan toleransi stress
Pasien
merasa yakin bahwa suatu saat penyakitnya akan sembuh, tetapi harus memerlukan
suatu usaha dan tak lupa untuk terus berdoa.
11.
Pola nilai dan kepercayaan/ agama
Pasien
masih menjalankan ibadah rutin.
F.
Terapi
Acyclovir intravena dosis 5 mg/ kgBB
Asam mefenamat 3x 500mg
3.3
Analisa Data
No.
|
Data
|
Ethiologi
|
Masalah
|
1.
|
DS : pasien
mengatakan nyeri pada daerah genetal, apalagi saat BAK
DO : terdapat vesikel
yang multipel dan eritema di daerah vulva, raut wajah tampak menahan nyeri.
|
Vesikel multiple
Erupsi pd kulit
Nyeri
G3 rasa nyaman nyeri
|
Gangguan rasa nyaman
nyeri
|
2.
|
DS : pasien
mengatakan badannya meriang dan demam
DO : px tampak lemah,
suhu : 38,50 C
|
Infeksi
Respon tubuh
Hipertermi
G3 termoregulasi
|
Gangguan
termoregulasi
|
3.
|
DS : pasien
mengatakan tidak bisa tidur karena nyeri dan gatal pada daerah genetal
DO : siang hari
pasien tampak lemas dan mengantuk
|
Vesikel multiple
Erupsi pd kulit
Nyeri & pruritus
G3 istirahat tidur
|
Gangguan istirahat
tidur
|
3.4
Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan erupsi
pada kulit
2.
Gangguan termoregulasi berhubungan dengan proses
infeksi
3.
Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan pruritus
dan nyeri
3.5
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan & Kriteria
Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan dengan erupsi pada kulit
|
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam klien akan
menunjukkan tingkat nyeri yang berkurang ditandai dengan Kriteria Hasil:
o Pasien melaporkan nyeri berkurang
o Skala nyeri < 5
o Pasien rileks, tenang
|
-
Pantau bintik- bintik kemerahan pada daerah genetal pasien.
-
Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
-
Kolaborasi pemberian analgetik ( asam mefenamat)
-
Kolaborasi pemberian asiklovir
|
-
Dengan memantau bintik-bintik kemerahan pada bibir pasien, maka
perawat dapat mengetahui tingkat perkembangan kesembuhan pasien.
-
Dengan menciptakan lingkungam yang tenang dan nyaman, maka pasien
akan dapat beristirahat dengan tenang.
-
Dengan melakukan kolaborasi dengan pemberian analgetik ( asam
mefenamat) akan dapat mengurangi tingkat nyeri pasien.
-
Dengan melakukan kolaboraaasi dengan pemberian asiklovir, maka
akan dapat menyembuhkan penyakit pasien
|
Gangguan
termoregulasi berhubungan dengan proses infeksi
|
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2x60 menit suhu tubuh pasien dapat stabil,
ditandai dengan Kriteria Hasil :
-
Suhu tubuh normal (36,50C-37,50C)
-
Pasien tidak mengeluh meriang lagi
|
-
Pantau suhu tubuh pasien (derajad & pola)
-
Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahi linen sesuai dengan
indikasi
-
Berikan kompres mandi hangat
-
Kolaborasi pemberian antipiretic, misal paracetamol
|
-
Suhu 38,9 – 41,1 0C menunjukkan proses penyakit infeksius akut
-
Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal, sehingga dapat membantu mengurangi demam
-
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus
-
Digunakan untuk mengurangi demam
|
Gangguan istirahat
tidur berhubungan dengan pruritus dan nyeri
|
Tujuan :
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus
dan nyeri dengan
Kriteria Hasil :
-
Mencapai tidur yang nyenyak.
-
Melaporkan gatal mereda.
- Mempertahankan
kondisi lingkungan yang tepat.
- Mengenali
tindakan untuk meningkatkan tidur.
|
-
Anjurkan klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki
ventilasi dan kelembaban yang baik.
-
Dorong beberapa aktivitas ringan selama siang hari.
-
Instruksikan untuk melakukan tindakan relaksasi
-
Mengurangi kebisingan dan lampu
-
Menganjurkan untuk menghindari minuman yang mengandung kafein
menjelang tidur.
-
Kolaborasi pemberian obat analgetik dan anti histamin
|
-
Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang
nyaman meningkatkan relaksasi.
-
Aktivitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energy dan
siap untuk tidur malam hari
-
Membantu menginduksi tidur
-
Memberikan situasi kondusif untuk tidur
-
Kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
-
Dapat mengurangi nyeri dan gatal
|
3.6
Implementasi
No
|
Tanggal
|
Diagnosa Keperawatan
|
Implementasi
|
1.
|
6/10/2011
07.00 WIB
|
Gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan dengan erupsi pada kulit
|
-
Memantau bintik – bintik
kemerahan pada daerah genetal pasien (terdapat vesikel multiple,
bergelembung, menyebar di sekitar vulva)
-
Menciptakan lingkungan yang
tenang dan nyaman (mengganti linen tempat tidur)
-
Melakukan kolaborasi dengan
pemberian analgetik (asam mefenamat)
-
Melakukan kolaboraaasi
dengan pemberian asiklovir
|
2.
|
Gangguan
termoregulasi berhubungan dengan proses infeksi
|
-
Memantau suhu tubuh pasien
( 380C)
-
Memberikan kompres mandi
hangat
-
Melakukan kolaborasi
pemberian paracetamol
|
|
3.
|
Gangguan istirahat
tidur berhubungan dengan pruritus dan nyeri
|
-
Menganjurkan klien untuk
menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.
-
Mendorong beberapa
aktivitas ringan selama siang hari (misal membaca, mengobrol, menggerakkan
anggota tubuh.
|
3.7
Evaluasi
Tanggal
|
Diagnosa
|
Evaluasi
|
7/10/2011
07.00 WIB
|
Gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan dengan erupsi pada kulit
|
S : Klien mengatakan nyeri sudah berkurang
O : Raut wajah pasien tampak tenang, skala 3
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
|
Gangguan
termoregulasi berhubungan dengan proses infeksi
|
S : Klien mengatakan
tidak meriang dan demam lg
O : Suhu 36,50C
A : Masalah teratasi
P : Intervensi
dihentikan
|
|
Gangguan istirahat
tidur b.d pruritus dan nyeri
|
S : Klien mengatakan kemarin sudah bisa tidur,
tetapi masih terbangun 2 kali
O : Klien tampak
riang dan segar
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan
|
BAB
IV
PENUTUP
xxx di potong
xxx di potong
DAFTAR
PUSTAKA
Daili,
Saiful F, dkk, 1999, Penyakit Menular Seksual, Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Mansjoer
Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran,Jakarta: Media Aesculapius
Smeltzer,
Suzanne C., 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah Brunner & Suddarth,
Jakarta: EGC.
Price,
Sylvia Anderson, 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit, Jakarta:
EGC.
diakses tanggal 5 Oktober 2011 jam 15:45
Komentar